Sabtu, 14 September 2013

BIOLOGI REPRODUKSI

DI
S
U
S
U
N
OLEH :

NAMA : ROMI ANDRIAN
NIM : 09C10432053




FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH ACEH BARAT
2011



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Ikan layur tersebar luas  pada semua perairan tropis dan subtropis di dunia.  Di  Indonesia,  ikan  layur  menyebar  dan  dijumpai  pada  semua  perairan  pantai Indonesia.    Penyebarannya  meliputi  Tuban,  Lawang,  Jampang,  Palabuhanratu, Cibanteng,  Ujung  Genteng  dan  Sukawayana  (www.pipp.dkp).   
Daerah sumberdaya ikan layur di Indonesia yang potensial antara lain adalah di sepanjang perairan  selatan  Jawa.    Menurut  Nontji  (2007),  di  Indonesia  terdapat  enam  jenis ikan  layur.  Yang paling umum di pantai-pantai Jawa adalah Trichiurus haumela.  Di  depan  muara-muara  sungai  di  Sumatera  umumnya  dijumpai  pula  ikan  layur berukuran kecil yaitu Trichiurus glossodon dan Trichiurus savala.  Ikan  layur pada umumnya  dikenal dengan  nama ribbon  fishes merupakan salah satu ikan komersial penting, komoditi perikanan yang potensial dan prospek ekonomi  tinggi,  serta  mulai  diperhitungkan  sebagai  komoditi  ekspor  (El-Haweet dan  Ozawa,  1995).   
Permintaan  ikan  layur  untuk  tujuan  ekspor  cenderung meningkat  terutama  dari  beberapa  negara  Asia  khususnya  Cina,  Jepang,  Taiwan dan Korea (Ye dan Rosenberg, 1991). 

1.2 Perumusan Masalah
Dalam  pengelolaan  untuk  menjamin  kelestarian  sumberdaya  maka reproduksi  berperan  untuk  mengetahui  ukuran  ikan  pertama  kali  matang  gonad.  Informasi tersebut berguna untuk mengetahui ukuran ikan pertama  kali mencapai matang  gonad  sehingga  pemanfaatan  ikan  layur  dapat  dilakukan  secara bertanggung  jawab  seperti  pengaturan  ukuran  penangkapan  (konsumsi)  sehingga memberi  kesempatan  ikan  layur  untuk  bereproduksi.    Selain  itu  pengetahuan tentang  biologi  reproduksi  berguna  untuk mengetahui  bulan  dimana  ikan  betina paling  banyak  ditemukan  matang  gonad  sehingga  dapat  dilakukan  pengaturan musim penangkapan dimana penangkapan dilakukan sebelum dan  setelah musim pemijahan.

1.3 Tujuan dan Manfaat
             Membuat makalah ini bertujuan untuk mengkaji  aspek biologi reproduksi diantara ketiga  spesies  ikan  layur  (Trichiurus  lepturus,  Lepturacanthus  savala  dan Gempylus  serpens) seperti  rasio  kelamin,  tingkat  kematangan gonad,  fekunditas dan diameter  telur dan sekaligus untuk menyiapkan tugas yeng diberikan oleh bapak.
 Hasil  makalah  ini diharapkan  dapat berguna bagi maha siswa/i  menjadi  salah  satu  informasi  yang  berguna  dalam  upaya pengelolaan  ikan  layur  (Superfamili  Trichiuroidea)  dan semoga bermanfaat.


BAB II
PEMBAHASAN

1. 1  Klasifikasi Ikan Layur (Superfamili Trichiuroidea)
            Penelitian  mengenai  biologi  reproduksi  ikan  layur  mencakup  dua  famili (Trichiuridae  dan  Gempylidae).  Famili  Trichiuridae  terdiri  dari  dua  genus  yaitu Trichiurus, dan  Lepturacanthus dan Famili  Gempylidae terdiri  dari  genus Gempylus.
Adapun  klasifikasi  ikan  layur  menurut Nakamura dan Parin (1993) adalah sebagai berikut :
Filum                           :  Chordata
Superkelas                   :  Gnathostomata
Kelas                           :  Osteichthyes
Sub Kelas                    :  Actinopterygii
Infrakelas                    :  Teleostei
Divisi                           :  Euteleostei
Superordo                   :  Acanthopterygii
Ordo                            :  Perciformes 
Sub Ordo                    :  Scombroidei 
Superfamili                  :  Trichiuroidea
Famili                          :  Trichiuridae Gempylidae
Genus                          :  Trichiurus Lepturacanthus Gempylus
Spesies                        : Trichiurus lepturus Linnaeus, 1758 Lepturacanthus savala Cuvier, 1829 Gempylus serpens  Cuvier, 1829  
Nama Indonesia          :  Layur 

1. 2  Rasio Kelamin 
Rasio  kelamin  merupakan  perbandingan  jumlah  ikan  jantan  dengan  jumlah ikan  betina dalam  suatu populasi dimana perbandingan 1:1  yaitu 50% jantan dan 50%  betina  merupakan  kondisi  ideal  untuk  mempertahankan  spesies  (Ball  dan Rao,  1984).    Namun  pada  kenyataanya  di  alam  perbandingan  rasio  kelamin tidaklah  mutlak,  hal  ini  dipengaruhi  oleh  pola  distribusi  yang  disebabkan  oleh ketersediaan  makanan,  kepadatan  populasi,  dan  keseimbangan  rantai  makanan (Effendie, 1997).   
Menurut  Ball  dan  Rao  (1984), penyimpangan  dari  kondisi  ideal  tersebut disebabkan oleh faktor tingkah laku ikan itu sendiri, perbedaan laju mortalitas dan pertumbuhannya.    Keseimbangan  rasio  kelamin  dapat  berubah  menjelang pemijahan.    Pada  waktu  melakukan  ruaya  pemijahan,  populasi  ikan  didominasi oleh  ikan  jantan,  kemudian menjelang pemijahan  populasi  ikan jantan dan betina dalam  kondisi  yang  seimbang,  lalu  didominasi  oleh  ikan  betina.    Perbandingan rasio kelamin antara jantan dan betina dari L. savala berkisar antara 1 : 1,4.  Rasio terendah untuk jantan selama puncak pemijahan terjadi pada bulan April-Mei dan November.   
Berdasarkan  penelitian  Martin  dan  Haimovici  (2000),  menyatakan bahwa rasio kelamin  ikan  layur T. lepturus di  ekosistem utama  Subtropis Brazil Bagian Selatan tidak berbeda nyata dari 1 : 1.  Sedangkan penelitian Kwok (1999) menyatakan  bahwa  rasio  kelamin  ikan  layur  (Trichiurus  spp.)  cenderung  tidak menyimpang dengan perbandingan 1:1.

1. 3  Tingkat Kematangan Gonad  
Tingkat  kematangan  gonad  adalah  tahap  tertentu  perkembangan  gonad sebelum  dan  sesudah  ikan  memijah.    Pengetahuan  mengenai  kematangan  gonad diperlukan  untuk  menentukan  atau  mengetahui  perbandingan  antara  ikan  yang matang  gonadnya  dengan  ikan  yang  belum  matang  gonad  dari  stok  yang  ada  di perairan,  selain  itu  dapat  diketahui  ukuran  atau  umur  ikan  pertama  kali  matang gonad,  mengetahui  waktu  pemijahan,  lama  pemijahan  dan  frekuensi  pemijahan dalam  satu  tahun  (Effendie,  1979).    Dalam  biologi  perikanan,  Effendie  (1997) menyatakan  bahwa  pencatatan  perubahan  atau  tahap-tahap kematangan  gonad ikan  diperlukan  untuk  mengetahui  perbandingan  ikan-ikan  yang  akan  melakukan reproduksi dan yang tidak.  Dari pengetahuan tahap perkembangan gonad ini juga akan didapatkan  keterangan bilamana  ikan tersebut akan  memijah, baru memijah atau sudah selesai memijah.  Pengamatan  kematangan  gonad  dilakukan  dengan  dua  cara  yaitu  dengan histologi  yang dilakukan di laboratorium dan dengan pengamatan morfologi yang dilakukan  di  laboratorium  atau  dilakukan  di  lapangan.   
Dari  penelitian  secara histologi akan  diketahui anatomi perkembangan  gonad lebih  jelas dan mendetail. Sedangkan  dengan  pengamatan  morfologi  tidak  akan  sedetail  cara  histologi namun cara morfologi ini mudah dan banyak dilakukan oleh para peneliti.  Dasar yang  dapat  dipakai  untuk  menentukan  tingkat  kematangan  gonad  yaitu  dengan mengamati  morfologi  gonad  antara  lain  bentuk  gonad,  ukuran  panjang  gonad, berat  gonad,  dan  perkembangan  isi  gonad  (Effendie,  1997).      
Ukuran  ikan  saat pertama  kali  matang  gonad  berhubungan  dengan  pertumbuhan  ikan  tersebut  dan faktor lingkungan  yang mempengaruhi terutama ketersediaan makanan (Effendie, 1997). Berdasarkan penelitian Martins dan Haimovici (2000) bahwa panjang total rata-rata  ukuran  ikan  layur  pertama  kali  matang  gonad  adalah  63,9  cm  untuk jantan dan 69,3 cm untuk betina. 
Menurut penelitian  yang telah dilakukan Kwok (1999)  diperoleh  informasi  bahwa  ikan  layur  T.lepturus  jantan  di  Perairan  Laut Cina  Selatan  memiliki  koefisien  pertumbuhan  yang  lambat  daripada  ikan betinanya dan ikan betina ditemukan lebih cepat matang gonad dibandingkan ikan jantan.  Tiap-tiap spesies ikan pertama kali matang gonad pada ukuran yang tidak sama.  Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendie (1997), yang menyatakan bahwa ukuran matang gonad untuk setiap spesies ikan berbeda, demikian pada ikan yang sama  spesiesnya  jika  tersebar  pada  lintang  yang  berbeda  lebih  dari  lima  derajat  akan mengalami perbedaan ukuran dan umur pertama kali matang gonad. 
Lagleret al., (1977) menyatakan bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi saat pertama kali  ikan  matang  gonad  yaitu  faktor  luar  dan  faktor  dalam.    Faktor  luar  yang mempengaruhinya  adalah  suhu  dan  arus,  sedangkan  faktor  dalam  seperti perbedaan spesies, umur, ukuran, serta sifat  – sifat fisiologis ikan tersebut seperti kemampuan beradaptasi dengan lingkungan. 

2. 4  Indeks Kematangan Gonad 
Indeks  kematangan  gonad  atau  dinamakan  juga  “Maturity  indeks”  atau disebut  juga  “Gonado  Somatic  Indeks”  adalah  persentase  perbandingan  berat gonad  dengan  berat  tubuh  ikan.    Indeks  ini  menunjukkan  perubahan  gonad terhadap  kondisi  ikan  secara  morfologis.    Indeks  Kematangan  gonad  akan meningkat  nilainya  dan  akan  mencapai  batas  maksimum  pada  saat  akan  terjadi pemijahan.    Pada  ikan  betina  nilai  IKG  lebih  besar  dibandingkan  dengan  ikan jantan  (Effendie,  1997).    Sebelum  terjadi  pemijahan,  sebagian  besar  hasil metabolisme  tubuh  dipergunakan  untuk  perkembangan  gonad  sehingga  berat  gonad  terus  bertambah  dengan  semakin  matangnya  gonad  tersebut  (Soenanthi,2006).
Nilai IKG dapat dihubungkan dengan Tingkat Kematangan Gonad (TKG) yang  pengamatannya  berdasarkan  ciri-ciri  morfologi  kematangan  gonad. (Effendie,  1997).    Sejalan    dengan  pertumbuhan  gonad,  gonad  akan  mencapai maksimum  saat  ikan  memijah,  kemudian  menurun  dengan  cepat  selama berlangsung  sampai  selesai  pemijahan.    Dengan  memantau  IKG  dari  waktu  ke waktu,  dapat diketahui  ukuran  ikan  waktu  memijah  (Soenanthi,  2006).  
 Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Martins dan Haimovici (2000) diperoleh data bahwa  semua  ikan  T.  lepturus jantan  yang  lebih  besar  dari  1050  mm dan  semua ikan betina yang lebih besar dari 1100 mm berada pada tahap matang gonad. 

1. 5  Fekunditas 
            Fekunditas yaitu jumlah telur masak sebelum dikeluarkan pada waktu ikan memijah.    Fekunditas  demikian  dinamakan  fekunditas  individu  atau  fekunditas mutlak  (Effendie,1979).    Ada  beberapa  pengertian  fekunditas  antara  lain fekunditas  individu,  fekunditas  relatif,  dan  fekunditas  total.    Menurut  Nikolsky (1963).
Ø  fekunditas  individu  adalah  jumlah  telur  dari  generasi  tahun  itu  yang dikeluarkan pada tahun itu pula. 
Ø  Sedangkan fekunditas relatif adalah jumlah telur persatuan  berat  atau  panjang  ikan.    Menurut  Royce  (1972).
Ø  fekunditas  relatif adalah jumlah telur per unit berat, umumnya digunakan sebagai indeks fekunditas.
Ø  Fekunditas  total  diartikan  sebagai  fekunditas  ikan  selama  hidupnya.   

Ikan-ikan yang  tua  dan  besar  ukurannya  mempunyai  fekunditas  relatif  lebih  kecil. Umumnya  fekunditas  relatif  lebih  tinggi  dibanding  dengan  fekunditas  individu.  Fekunditas relatif akan menjadi maksimum pada golongan ikan yang masih muda (Nikolsky, 1963). Fekunditas  didefinisikan  sebagai  jumlah  oocytes  vitellogenic  dalam tingkat kematangan ikan layur pada permulaan reproduksi.  Penentuan fekunditas dilakukan  dengan  mengambil  gonad  dari  bagian  anterior,  posterior  dan  median masing-masing  tiap spesimen  (Martins  dan  Haimovici,  2000).   
Berdasarkan penelitian  Martins  dan  Haimovici,  (2000)  bahwa  fekunditas  telur  T.  lepturus  di ekosistem  utama  subtropis  Brazil  bagian  selatan  berkisar  dari  3.917  untuk  ikan yang  memiliki  panjang  total  70  cm  sampai  154.216  pada  ikan  contoh  yang memiliki panjang total 141 cm namun jumlah pemijahan pada tiap musim belum dapat ditentukan.  Sedangkan menurut Ball dan Rao (1984), fekunditas ikan layur T.  lepturus  berkisar  antara  4000  (panjang  ikan  42  cm)  hingga  16.000  ( panjang ikan  60 cm).    Lain  halnya untuk  ikan  L.  savala  nilai  fekunditas  berkisar  antara 9.178  untuk  ikan  yang  memiliki  panjang  total  37  cm  sampai  17.347  pada  ikan contoh  yang  memiliki  panjang  total  sebesar  54  cm.  Peningkatan  fekunditas berhubungan dengan peningkatan berat tubuh dan berat gonad  (Solihatin, 2007).  
            Diameter  telur  merupakan  garis  tengah  atau  ukuran  panjang  dari  suatu telur yang diukur dengan mikrometer berskala yang sudah ditera (Effendie, 1979).  Ukuran diameter telur digunakan untuk melihat kuantitas telur.  Umumnya sudah dapat diduga bahwa semakin meningkat tingkat kematangan gonad maka diameter telur  yang  ada  di  dalam  ovarium  semakin  besar  pula  (Effendie,  1979).    Untuk menilai  perkembangan  gonad  ikan  betina  selain  dilihat  hubungan  antara  IKG dengan TKG, dapat pula dihubungkan dengan perkembangan diameter telur yang dikandungnya  hasil  dari  pengendapan  kuning  telur  selama  proses  vitellogenesis (Effendie, 1997).  Mendekati waktu pemijahan, diameter telur akan semakin besar seiring  dengan  meningkatnya  TKG  dan  mencapai  maksimum,  setelah  itu cenderung menurun (Solihatin, 2007).  
            Ikan  laut  memiliki  karakteristik  ukuran  telur  lebih  kecil  dibandingkan dengan  ikan  air  tawar.    Fekunditas  ikan-ikan  laut  komersial  penting  pada umumnya lebih besar.  Dalam populasi ikan laut terdapat hubungan antara ukuran telur  dengan  ukuran  ikan  selama  siklus  hidupnya,  hal  ini  didukung  oleh  proses rekruitmen  (Chambers  dan  Leggett,    1996).    Berdasarkan  penelitian  Martins  dan Haimovici  (2000),  diameter  telur  ikan  layur  yang  diambil  dari  TKG  III  dan  IV mencapai 0,8 mm dari 56 sampel gonad ikan layur dan penelitian dilakukan pada bulan  September  hingga  Februari.    Shiokawa  (1988) dalam  Nakamura dan  Parin (1993)  menyatakan  bahwa  telur  ikan  layur  T.  lepturus  adalah  pelagis  dengan ukuran diameter telur adalah 1,59 – 1,88 mm. 


BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan 
a)        Pola  pertumbuhan  ikan  layur  Trichiurus  lepturus  jantan  dan  betina  di  Perairan adalah allometrik  negatif.  Pola pertumbuhan ikan jantan  spesies  Lepturacanthus  savala  dan  Gempylus  serpens  adalah allometrik  positif, sedangkan ikan betina spesies L. savala dan G. serpens adalah allometrik negatif. 
b)         Rasio kelamin ikan layur ketiga spesies didominasi oleh ikan jantan. 
c)         Kisaran rata-rata faktor kondisi ikan T. lepturus dan L. savala betina lebih besar jika dibandingkan dengan faktor kondisi ikan jantan.
d)         Ikan layur T.  lepturus betina lebih cepat matang gonad dibandingkan ikan jantan.    Sedangkan  ikan  L.  savala  jantan  lebih  cepat  matang  gonad dibandingkan ikan betina.  
e)         Nilai fekunditas ikan betina T. lepturus berkisar antara 2877 – 16875 butir.  nilai  fekunditas  ikan  L.  savala  betina  berkisar  antara  4399  – 15261 butir.  Berdasarkan pola penyebaran diameter telur diduga bahwa ikan T.lepturus dan L.savala memijah secara  partial  spawner.  

3.2  Saran 
Untuk  menjamin  kelestarian  sumberdaya  ikan  layur,  maka  perlu dilakukan  upaya  pengelolaan  yang  tepat  seperti  pembatasan  penangkapan  pada bulan-bulan  intensif  pemijahan,  yaitu  bulan  Juli  –  November  untuk  ikan T.lepturus  dan  untuk  ikan  L.savala  pada  bulan  Juli.    Dimana  pada  bulan  Juli merupakan  puncak  pemijahan  (persentase  ikan  matang  gonad  terbesar).  Pengurangan  intensitas  penangkapan  dilakukan  demi  memberi  peluang  bagi  ikan layur untuk bereproduksi dan tumbuh. 
 


DAFTAR PUSTAKA


Anita.  2003.  Pengendalian  Mutu  Produksi  Layur  (Trichiurus  sp.)  di  Pelabuhan Perikanan
Nusantara  Pelabuhanratu untuk  Tujuan  Ekpor.   Skripsi.  Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan.  Institut Pertanian Bogor.  Tidak dipublikasikan. 
Badrudin  dan  Wudianto.    2004.    Biologi,   Habitat  dan  Penyebaran  Ikan  Layur Serta          
Beberapa  Aspek Perikanannya. http://www.Cofish.Net/uploaded/report.pdf  (4     Desember   2007). 
Chambers, R. C.  dan W. C.  Leggett.  1996.  Maternal Influences on Variation in Temperate              
            Marine Fishes.  Journal America Zoology,  36 : 180-196. 
Effendie,  M.  I.    1979.    Metoda  Biologi  Perikanan.    Yayasan  Dewi  Sri.    Bogor. 
Effendie,  M.  I.    1997.    Biologi  Perikanan.  Yayasan  Pustaka  Nusantara.  Yogyakarta.   
El-Haweet, A. dan T. Ozawa.  1995.  Age and Growth of Ribbon Fish Trichiurus japonicus  in   
Fujaya, Y.  2004.  Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknik Perikanan.  Rineka Cipta.         
            Jakarta.  179 hal.   
 Herianti,  M.D.M  Pawarti  dan  T.  Suhendrata.    1992.    Pendugaan  Parameter Biologi  Ikan       
          Layur  (Trichiurus  lepturus)  Di  Perairan  Utara  Tuban-Lamongan, Jawa Timur. Jurnal   
 Penelitian Perikanan  Laut No 75, hal 11-19.  Balai Penelitian Perikanan Laut.  Jakarta. 
 Kwok,  K.Y.    1999.    Reproduction  of  Cutlassfishes  Trichiurus  spp.  From  The South China 
             Sea.  Marine Ecology Progress Series. Vol 176 : 39-47.
Nakamura,  I.  dan  N.  V.  Parin.    1993.    FAO  Species  Catalogue.  Vol  15.    Snake  
Mackerels  and  Cutlassfishes  of  The  World  (Families  Gempylidae  and     Trichiuridae).    An  Annotated  and  Illustrated  Catalugue  of  The  Snake
Parin,  N.  V.  1986.  Trichiuridae.  Fishes  of  the  North-eastern  Atlantic  and  the editerranean 
Vol. II : 976-980. UNESCO. United Kingdom.
Prayitno,  M.  R.  E.   2006.   Penggunaan  Ukuran  Mata  Pancing  Nomor 7, 8 dan  9 Pada 
Rawai  Layur  Terhadap  Hasil  Tangkapan  Ikan  Layur  Di  Teluk Palabuhanratu.    Skripsi.    Departemen  Pemanfaatan  Sumberdaya Perikanan.    Fakultas  Perikanan  dan  Ilmu  Kelautan.    Institut  Pertanian Bogor.  Tidak dipublikasikan.
www. Fishbase.org   (4 Desember 2007)
 www.pipp.dkp (9 Juli 2007)
 www. research.kahaku.go.jp (27 November 2007)



LAMPIRAN



Tidak ada komentar:

Posting Komentar