BIOLOGI REPRODUKSI
DI
S
U
S
U
N
OLEH :
NAMA : ROMI ANDRIAN
NIM : 09C10432053
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH ACEH BARAT
2011
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Ikan
layur tersebar luas pada semua perairan
tropis dan subtropis di dunia. Di Indonesia,
ikan layur menyebar
dan dijumpai pada
semua perairan pantai Indonesia. Penyebarannya meliputi
Tuban, Lawang, Jampang,
Palabuhanratu, Cibanteng, Ujung Genteng
dan Sukawayana (www.pipp.dkp).
Daerah
sumberdaya ikan layur di Indonesia yang potensial antara lain adalah di
sepanjang perairan selatan Jawa.
Menurut Nontji (2007),
di Indonesia terdapat
enam jenis ikan layur.
Yang paling umum di pantai-pantai Jawa adalah Trichiurus haumela. Di
depan muara-muara sungai
di Sumatera umumnya
dijumpai pula ikan
layur berukuran kecil yaitu Trichiurus glossodon dan Trichiurus
savala. Ikan layur pada umumnya dikenal dengan nama ribbon
fishes merupakan salah satu ikan komersial penting, komoditi perikanan
yang potensial dan prospek ekonomi
tinggi, serta mulai
diperhitungkan sebagai komoditi
ekspor (El-Haweet dan Ozawa,
1995).
Permintaan ikan
layur untuk tujuan
ekspor cenderung meningkat terutama
dari beberapa negara
Asia khususnya Cina,
Jepang, Taiwan dan Korea (Ye dan
Rosenberg, 1991).
1.2
Perumusan Masalah
Dalam pengelolaan
untuk menjamin kelestarian
sumberdaya maka reproduksi berperan
untuk mengetahui ukuran
ikan pertama kali
matang gonad. Informasi tersebut berguna untuk mengetahui
ukuran ikan pertama kali mencapai
matang gonad sehingga pemanfaatan
ikan layur dapat
dilakukan secara bertanggung jawab
seperti pengaturan ukuran
penangkapan (konsumsi) sehingga memberi kesempatan
ikan layur untuk
bereproduksi. Selain itu
pengetahuan tentang biologi reproduksi
berguna untuk mengetahui bulan
dimana ikan betina paling
banyak ditemukan matang
gonad sehingga dapat
dilakukan pengaturan musim
penangkapan dimana penangkapan dilakukan sebelum dan setelah musim pemijahan.
1.3
Tujuan dan Manfaat
Membuat makalah ini bertujuan untuk
mengkaji aspek biologi reproduksi
diantara ketiga spesies ikan
layur (Trichiurus lepturus,
Lepturacanthus savala dan Gempylus
serpens) seperti rasio kelamin,
tingkat kematangan gonad, fekunditas dan diameter telur dan sekaligus untuk menyiapkan tugas
yeng diberikan oleh bapak.
Hasil
makalah ini diharapkan dapat berguna bagi maha siswa/i menjadi
salah satu informasi
yang berguna dalam
upaya pengelolaan ikan layur
(Superfamili Trichiuroidea) dan semoga bermanfaat.
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
1 Klasifikasi Ikan Layur (Superfamili
Trichiuroidea)
Penelitian mengenai
biologi reproduksi ikan
layur mencakup dua
famili (Trichiuridae dan Gempylidae).
Famili Trichiuridae terdiri
dari dua genus
yaitu Trichiurus, dan
Lepturacanthus dan Famili
Gempylidae terdiri dari genus Gempylus.
Adapun klasifikasi
ikan layur menurut Nakamura dan Parin (1993) adalah
sebagai berikut :
Filum : Chordata
Superkelas : Gnathostomata
Kelas : Osteichthyes
Sub Kelas : Actinopterygii
Infrakelas : Teleostei
Divisi : Euteleostei
Superordo : Acanthopterygii
Ordo : Perciformes
Sub Ordo : Scombroidei
Superfamili : Trichiuroidea
Famili : Trichiuridae Gempylidae
Genus : Trichiurus Lepturacanthus Gempylus
Spesies : Trichiurus lepturus
Linnaeus, 1758 Lepturacanthus savala Cuvier, 1829 Gempylus serpens Cuvier, 1829
Nama Indonesia :
Layur
1.
2 Rasio Kelamin
Rasio kelamin
merupakan perbandingan jumlah
ikan jantan dengan
jumlah ikan betina dalam suatu populasi dimana perbandingan 1:1 yaitu 50% jantan dan 50% betina
merupakan kondisi ideal
untuk mempertahankan spesies
(Ball dan Rao, 1984).
Namun pada
kenyataanya di alam
perbandingan rasio kelamin tidaklah mutlak,
hal ini dipengaruhi
oleh pola distribusi
yang disebabkan oleh ketersediaan makanan,
kepadatan populasi, dan
keseimbangan rantai makanan (Effendie, 1997).
Menurut Ball
dan Rao (1984), penyimpangan dari
kondisi ideal tersebut disebabkan oleh faktor tingkah laku
ikan itu sendiri, perbedaan laju mortalitas dan pertumbuhannya. Keseimbangan rasio
kelamin dapat berubah
menjelang pemijahan. Pada waktu
melakukan ruaya pemijahan,
populasi ikan didominasi oleh ikan
jantan, kemudian menjelang pemijahan populasi
ikan jantan dan betina dalam
kondisi yang seimbang,
lalu didominasi oleh
ikan betina. Perbandingan rasio kelamin antara jantan
dan betina dari L. savala berkisar antara 1 : 1,4. Rasio terendah untuk jantan selama puncak
pemijahan terjadi pada bulan April-Mei dan November.
Berdasarkan penelitian
Martin dan Haimovici
(2000), menyatakan bahwa rasio
kelamin ikan layur T. lepturus di ekosistem utama Subtropis Brazil Bagian Selatan tidak berbeda
nyata dari 1 : 1. Sedangkan penelitian
Kwok (1999) menyatakan bahwa rasio
kelamin ikan layur
(Trichiurus spp.) cenderung
tidak menyimpang dengan perbandingan 1:1.
1.
3 Tingkat Kematangan Gonad
Tingkat kematangan
gonad adalah tahap
tertentu perkembangan gonad sebelum
dan sesudah ikan
memijah. Pengetahuan mengenai
kematangan gonad diperlukan untuk
menentukan atau mengetahui
perbandingan antara ikan
yang matang gonadnya dengan
ikan yang belum
matang gonad dari
stok yang ada di
perairan, selain itu
dapat diketahui ukuran
atau umur ikan
pertama kali matang gonad,
mengetahui waktu pemijahan,
lama pemijahan dan frekuensi pemijahan dalam satu
tahun (Effendie, 1979).
Dalam biologi perikanan,
Effendie (1997) menyatakan bahwa
pencatatan perubahan atau
tahap-tahap kematangan gonad
ikan diperlukan untuk
mengetahui perbandingan ikan-ikan
yang akan melakukan reproduksi dan yang tidak. Dari pengetahuan tahap perkembangan gonad ini
juga akan didapatkan keterangan bilamana ikan tersebut akan memijah, baru memijah atau sudah selesai
memijah. Pengamatan kematangan
gonad dilakukan dengan
dua cara yaitu
dengan histologi yang dilakukan
di laboratorium dan dengan pengamatan morfologi yang dilakukan di
laboratorium atau dilakukan
di lapangan.
Dari penelitian
secara histologi akan diketahui
anatomi perkembangan gonad lebih jelas dan mendetail. Sedangkan dengan
pengamatan morfologi tidak akan sedetail
cara histologi namun cara
morfologi ini mudah dan banyak dilakukan oleh para peneliti. Dasar yang
dapat dipakai untuk
menentukan tingkat kematangan
gonad yaitu dengan mengamati morfologi
gonad antara lain
bentuk gonad, ukuran
panjang gonad, berat gonad,
dan perkembangan isi
gonad (Effendie, 1997).
Ukuran ikan
saat pertama kali matang
gonad berhubungan dengan
pertumbuhan ikan tersebut
dan faktor lingkungan yang
mempengaruhi terutama ketersediaan makanan (Effendie, 1997). Berdasarkan
penelitian Martins dan Haimovici (2000) bahwa panjang total rata-rata ukuran
ikan layur pertama
kali matang gonad
adalah 63,9 cm
untuk jantan dan 69,3 cm untuk betina.
Menurut
penelitian yang telah dilakukan Kwok
(1999) diperoleh informasi
bahwa ikan layur
T.lepturus jantan di
Perairan Laut Cina Selatan
memiliki koefisien pertumbuhan
yang lambat daripada
ikan betinanya dan ikan betina ditemukan lebih cepat matang gonad
dibandingkan ikan jantan. Tiap-tiap
spesies ikan pertama kali matang gonad pada ukuran yang tidak sama. Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendie
(1997), yang menyatakan bahwa ukuran matang gonad untuk setiap spesies ikan
berbeda, demikian pada ikan yang sama
spesiesnya jika tersebar
pada lintang yang
berbeda lebih dari
lima derajat akan mengalami perbedaan ukuran dan umur
pertama kali matang gonad.
Lagleret al.,
(1977) menyatakan bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi saat pertama kali ikan
matang gonad yaitu
faktor luar dan
faktor dalam. Faktor
luar yang mempengaruhinya adalah
suhu dan arus,
sedangkan faktor dalam
seperti perbedaan spesies, umur, ukuran, serta sifat – sifat fisiologis ikan tersebut seperti
kemampuan beradaptasi dengan lingkungan.
2.
4 Indeks Kematangan Gonad
Indeks kematangan
gonad atau dinamakan
juga “Maturity indeks”
atau disebut juga “Gonado
Somatic Indeks” adalah
persentase perbandingan berat gonad
dengan berat tubuh
ikan. Indeks ini
menunjukkan perubahan gonad terhadap kondisi ikan
secara morfologis. Indeks
Kematangan gonad akan meningkat nilainya
dan akan mencapai
batas maksimum pada
saat akan terjadi pemijahan. Pada
ikan betina nilai
IKG lebih besar
dibandingkan dengan ikan jantan
(Effendie, 1997). Sebelum
terjadi pemijahan, sebagian
besar hasil metabolisme tubuh
dipergunakan untuk perkembangan
gonad sehingga berat gonad terus
bertambah dengan semakin
matangnya gonad tersebut
(Soenanthi,2006).
Nilai
IKG dapat dihubungkan dengan Tingkat Kematangan Gonad (TKG) yang pengamatannya
berdasarkan ciri-ciri morfologi
kematangan gonad. (Effendie, 1997).
Sejalan dengan pertumbuhan
gonad, gonad akan
mencapai maksimum saat ikan
memijah, kemudian menurun
dengan cepat selama berlangsung sampai
selesai pemijahan. Dengan
memantau IKG dari
waktu ke waktu, dapat diketahui ukuran
ikan waktu memijah
(Soenanthi, 2006).
Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh
Martins dan Haimovici (2000) diperoleh data bahwa semua
ikan T. lepturus jantan yang
lebih besar dari
1050 mm dan semua ikan betina yang lebih besar dari 1100
mm berada pada tahap matang gonad.
1.
5 Fekunditas
Fekunditas
yaitu jumlah telur masak sebelum dikeluarkan pada waktu ikan memijah. Fekunditas
demikian dinamakan fekunditas
individu atau fekunditas mutlak (Effendie,1979). Ada
beberapa pengertian fekunditas
antara lain fekunditas individu,
fekunditas relatif, dan
fekunditas total. Menurut Nikolsky (1963).
Ø fekunditas individu
adalah jumlah telur
dari generasi tahun
itu yang dikeluarkan pada tahun
itu pula.
Ø Sedangkan
fekunditas relatif adalah jumlah telur persatuan berat
atau panjang ikan.
Menurut Royce (1972).
Ø fekunditas relatif adalah jumlah telur per unit berat,
umumnya digunakan sebagai indeks fekunditas.
Ø Fekunditas total
diartikan sebagai fekunditas
ikan selama hidupnya.
Ikan-ikan
yang tua
dan besar ukurannya
mempunyai fekunditas relatif
lebih kecil. Umumnya fekunditas
relatif lebih tinggi
dibanding dengan fekunditas
individu. Fekunditas relatif akan
menjadi maksimum pada golongan ikan yang masih muda (Nikolsky, 1963).
Fekunditas didefinisikan sebagai
jumlah oocytes vitellogenic
dalam tingkat kematangan ikan layur pada permulaan reproduksi. Penentuan fekunditas dilakukan dengan
mengambil gonad dari
bagian anterior, posterior
dan median masing-masing tiap spesimen
(Martins dan Haimovici,
2000).
Berdasarkan
penelitian Martins dan
Haimovici, (2000) bahwa
fekunditas telur T.
lepturus di ekosistem utama
subtropis Brazil bagian
selatan berkisar dari
3.917 untuk ikan yang
memiliki panjang total
70 cm sampai
154.216 pada ikan
contoh yang memiliki panjang
total 141 cm namun jumlah pemijahan pada tiap musim belum dapat
ditentukan. Sedangkan menurut Ball dan
Rao (1984), fekunditas ikan layur T.
lepturus berkisar antara
4000 (panjang ikan
42 cm) hingga
16.000 ( panjang ikan 60 cm).
Lain halnya untuk ikan
L. savala nilai
fekunditas berkisar antara 9.178
untuk ikan yang
memiliki panjang total
37 cm sampai
17.347 pada ikan contoh
yang memiliki panjang
total sebesar 54
cm. Peningkatan fekunditas berhubungan dengan peningkatan
berat tubuh dan berat gonad (Solihatin,
2007).
Diameter telur
merupakan garis tengah
atau ukuran panjang
dari suatu telur yang diukur
dengan mikrometer berskala yang sudah ditera (Effendie, 1979). Ukuran diameter telur digunakan untuk melihat
kuantitas telur. Umumnya sudah dapat
diduga bahwa semakin meningkat tingkat kematangan gonad maka diameter
telur yang ada
di dalam ovarium
semakin besar pula
(Effendie, 1979). Untuk menilai perkembangan
gonad ikan betina
selain dilihat hubungan
antara IKG dengan TKG, dapat pula
dihubungkan dengan perkembangan diameter telur yang dikandungnya hasil
dari pengendapan kuning
telur selama proses
vitellogenesis (Effendie, 1997).
Mendekati waktu pemijahan, diameter telur akan semakin besar
seiring dengan meningkatnya
TKG dan mencapai
maksimum, setelah itu cenderung menurun (Solihatin, 2007).
Ikan laut
memiliki karakteristik ukuran
telur lebih kecil
dibandingkan dengan ikan air tawar.
Fekunditas ikan-ikan laut
komersial penting pada umumnya lebih besar. Dalam populasi ikan laut terdapat hubungan
antara ukuran telur dengan ukuran
ikan selama siklus
hidupnya, hal ini
didukung oleh proses rekruitmen (Chambers
dan Leggett, 1996).
Berdasarkan penelitian Martins
dan Haimovici (2000), diameter
telur ikan layur
yang diambil dari
TKG III dan IV
mencapai 0,8 mm dari 56 sampel gonad ikan layur dan penelitian dilakukan pada
bulan September hingga
Februari. Shiokawa (1988) dalam
Nakamura dan Parin (1993) menyatakan
bahwa telur ikan
layur T. lepturus
adalah pelagis dengan ukuran diameter telur adalah 1,59 –
1,88 mm.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
a) Pola
pertumbuhan ikan layur
Trichiurus lepturus jantan
dan betina di
Perairan adalah allometrik
negatif. Pola pertumbuhan ikan
jantan spesies Lepturacanthus savala
dan Gempylus serpens
adalah allometrik positif,
sedangkan ikan betina spesies L. savala dan G. serpens adalah allometrik
negatif.
b) Rasio kelamin ikan layur ketiga spesies
didominasi oleh ikan jantan.
c) Kisaran rata-rata faktor kondisi ikan
T. lepturus dan L. savala betina lebih besar jika dibandingkan dengan faktor
kondisi ikan jantan.
d) Ikan layur T. lepturus betina lebih cepat matang gonad
dibandingkan ikan jantan.
Sedangkan ikan L.
savala jantan lebih
cepat matang gonad dibandingkan ikan betina.
e) Nilai fekunditas ikan betina T.
lepturus berkisar antara 2877 – 16875 butir.
nilai fekunditas ikan
L. savala betina
berkisar antara 4399 –
15261 butir. Berdasarkan pola penyebaran
diameter telur diduga bahwa ikan T.lepturus dan L.savala memijah secara partial
spawner.
3.2 Saran
Untuk menjamin
kelestarian sumberdaya ikan
layur, maka perlu dilakukan upaya
pengelolaan yang tepat
seperti pembatasan penangkapan
pada bulan-bulan intensif pemijahan,
yaitu bulan Juli
– November untuk
ikan T.lepturus dan untuk
ikan L.savala pada
bulan Juli. Dimana
pada bulan Juli merupakan puncak
pemijahan (persentase ikan
matang gonad terbesar).
Pengurangan intensitas penangkapan
dilakukan demi memberi
peluang bagi ikan layur untuk bereproduksi dan
tumbuh.
DAFTAR
PUSTAKA
Anita. 2003.
Pengendalian Mutu Produksi
Layur (Trichiurus sp.)
di Pelabuhan Perikanan
Nusantara Pelabuhanratu untuk Tujuan
Ekpor. Skripsi. Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan. Institut Pertanian
Bogor. Tidak dipublikasikan.
Badrudin dan
Wudianto. 2004. Biologi,
Habitat dan Penyebaran
Ikan Layur Serta
Beberapa Aspek Perikanannya.
http://www.Cofish.Net/uploaded/report.pdf
(4 Desember 2007).
Chambers, R.
C. dan W. C. Leggett.
1996. Maternal Influences on
Variation in Temperate
Marine
Fishes. Journal America Zoology, 36 : 180-196.
Effendie, M.
I. 1979. Metoda
Biologi Perikanan. Yayasan
Dewi Sri. Bogor.
Effendie, M.
I. 1997. Biologi
Perikanan. Yayasan Pustaka
Nusantara. Yogyakarta.
El-Haweet, A.
dan T. Ozawa. 1995. Age and Growth of Ribbon Fish Trichiurus
japonicus in
Fujaya, Y. 2004.
Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Rineka Cipta.
Jakarta. 179 hal.
Herianti,
M.D.M Pawarti dan
T. Suhendrata. 1992.
Pendugaan Parameter Biologi Ikan
Layur
(Trichiurus lepturus) Di
Perairan Utara Tuban-Lamongan, Jawa Timur. Jurnal
Penelitian Perikanan Laut No 75, hal 11-19. Balai Penelitian Perikanan Laut. Jakarta.
Kwok,
K.Y. 1999. Reproduction of
Cutlassfishes Trichiurus spp.
From The South China
Sea. Marine Ecology Progress Series. Vol 176 :
39-47.
Nakamura, I.
dan N. V.
Parin. 1993. FAO
Species Catalogue. Vol
15. Snake
Mackerels and
Cutlassfishes of The
World (Families Gempylidae
and Trichiuridae). An
Annotated and Illustrated
Catalugue of The
Snake
Parin, N.
V. 1986. Trichiuridae.
Fishes of the
North-eastern Atlantic and
the editerranean
Vol. II :
976-980. UNESCO. United Kingdom.
Prayitno, M.
R. E. 2006.
Penggunaan Ukuran Mata
Pancing Nomor 7, 8 dan 9 Pada
Rawai Layur
Terhadap Hasil Tangkapan
Ikan Layur Di
Teluk Palabuhanratu.
Skripsi. Departemen Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan.
Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan. Institut
Pertanian Bogor. Tidak
dipublikasikan.
www.
Fishbase.org (4 Desember 2007)
www.pipp.dkp (9 Juli 2007)
www. research.kahaku.go.jp (27 November 2007)
LAMPIRAN